makalah case file biokimia DM




BAB I
PENDAHULUAN

Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan insulin sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat.

Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003).

Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.

Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2007).

Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk, me
mbentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.

Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu (Granner, 2003).

Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia. Ada 3 mekanisme yang terlibat yaitu :
a.     Meningkatkan difusi glukosa ke dalam sel
Pengangkutan glukosa ke dalam sel melalui proses difusi dengan bantuan protein pembawa. Protein ini telah diidentifikasi melalui teknik kloning molekular. Ada 5 jenis protein pembawa tersebut yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4 dan GLUT 5. GLUT1 merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak, ginjal, kolon dan eritrosit. GLUT2 terdapat pada sel hati, pankreas, usus halus dan ginjal. GLUT3 berfungsi pada sel otak, ginjal dan plasenta. GLUT4 terletak di jaringan adiposa, otot jantung dan otot skeletal. GLUT5 bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa dari usus halus. Insulin meningkatkan secara signifikan jumlah protein pembawa terutama GLUT4. Sinyal yang ditransmisikan oleh insulin menarik pengankut glukosa ke tempat yang aktif pada membran plasma (Gambar 2.6). Translokasi protein pengangkut ini bergantung pada suhu dan energi serta tidak bergantung pada sintesis protein. Efek ini tidak terjadi pada hati.

b.                       Peningkatan aktivitas enzim
Pada orang yang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan proses glikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang.
Hormon insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan. termasuk glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Insulin juga menurunkan aktivitas glukosa-6-fosfatase yaitu enzim yang ditemukan di hati dan berfungsi mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Penumpukan glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi glukosa yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 2.
Banyak efek metabolik insulin, khususnya yang terjadi dengan cepat dilakukan dengan mempengaruhi reaksi fosforilasi dan dfosforilasi protein yang selanjutnya mengubah aktivitas enzimatik enzim tersebut. Enzim-enzim yang dipengaruhi dengan cara ini dikemukakan pada tabel 2.1. Kerja insulin dilaksanakan dengan mengaktifkan protein kinase, menghambat protein kinase lain atau meransang aktivitas fosfoprotein fosfatase. Defosforilasi meningkatkan aktivitas sejumlah enzim penting. Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang hampir seketika pada aktivitas enzim tersebut.
Mekanisme defosforilasi enzim dilakukan melalui reaksi kaskade yang dipicu oleh fosforilasi substrat reseptor insulin. Sebagai contoh adalah pengeruh insulin pada enzim glikogen sintase dan glikogen fosforilase (King, 2007).

c.                   Menghambat kerja cAMP
Dalam menghambat atau meransang kerja suatu enzim, insulin memainkan peran ganda. Selain menghambat secara langsung, insulin juga mengurangi terbentuknya cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Insulin meransang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP. Dengan demikian insulin mengurangi kadar cAMP dalam darah.

d.                 Mempengaruhi ekspresi gen
Kerja insulin yang dibicarakan sebelumnya semuanya terjadi pada tingkat membran plasma atau di dalam sitoplasma. Di samping itu, insulin mempengaruhi berbagai proses spesifik dalam nukleolus. Enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase mengkatalisis tahap yang membatasi kecepatan reaksi dalam glukoneogenesis. Sintesis enzim tersebut dikurangi oleh insulin dengan demikian glukoneogenesis akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan transkripsi enzim ini menurun dalam beberapa menit setelah penambahan insulin. Penurunan transkripsi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan laju sintesis enzim ini.
Penderita diabetes mellitus memiliki jumlah protein pembawa yang sangat rendah, terutama pada otot jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin yang mentranslokasikannya ke situs aktif tidak tersedia. Kondisi ini diperparah pula dengan peranan insulin pada pengaturan metabolisme glukosa. Glikolisis dan glikogenesis akan terhambat akan enzim yang berperan dalam kedua jalur tersebut diinaktivasi tanpa kehadiran insulin. Sedangkan tanpa insulin, jalur metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa diransang terutama oleh glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus baik tipe I atau tipe II kurang dapat menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui makanan. Glukosa akan terakumulasi dalam plasma darah (hiperglikemia).

Penderita dengan kadar gula yang sangat tinggi maka gula tersebut akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes mellitus. Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar (Mayes, 2003).

Kadar glukosa yang amat tinggi pada liran darah maupun pada ginjal, mengubah tekanan osmotik tubuh. Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Ginjal akan menerima lebih banyak air, sehingga penderita akan sering buang air kecil. Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi (hiperosmolaritas) bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia).

Gejala yang diterima oleh penderita diabetes tipe I biasanya lebih komplek, karena mereka kadang tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali. Akibatnya gangguan metabolik yang dideritanya juga mempengaruhi metabolisme lemak dan bahkan asam amino. Penderita tidak dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa. Energi adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh sel tubuh, sehingga tubuh akan mencari alternatif substrat untuk menghasilkan energi tersebut. Cara yang digunakan oleh tubuh adalah dengan merombak simpanan lemak pada jaringan adiposa (Gambar 2.9). Lemak dihidrolisis sehingga menghasilkan asam lemak dan gliserol. asam lemak dikatabolisme lebih lanjut dengan melepas dua atom karbon satu persatu menghasilkan asetil-KoA. Penguraian asam lemak terus menerus mengakibatkan terjadi penumpukan asam asetoasetat dalam tubuh.Asam asetoasetat dapat terkonversi membentuk aseton, ataupun dengan adanya karbondioksida dapat dikonversi membentuk asam β-hidroksibutirat. Ketiga senyawa ini disebut sebagai keton body yang terdapat pada urine penderita serta dideteksi dari bau mulut seperti keton. Penderita mengalami ketoasidosis dan dapat meninggal dalam keadaan koma diabetik (Kaplan dan Pesce, 1992).

Ketidaksediaan glukosa dalam sel juga mengakibatkan terjadinya glukoneogenesis secara berlebihan.. Sel-sel hati akan meniungkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah dengan merombak protein. Asam amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat atau senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terus-menerus karena insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Glukosa yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urine.

Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah jaringan otot dan jaringan adiposa secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat tubuh yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori normal atau meningkat (Granner, 2003).

Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadsar trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi karena VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja enzim lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Defek pada produksi enzim ini juga mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam katabolisme silomikron pada jaringan adiposa.

Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II, ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun, pada terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat. Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh darah terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan kebutaan (Harris dan Crabb, 1992).

Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh menjadi lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah dikenai berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan sistem kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel endothelia serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur (Clement et al, 2004).

Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah kompleks. Diabetes mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena sebab-sebab yang terkait dengan diabetes.






BAB II
PEMBAHASAN
Diabetes Militus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009).

Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
6Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
6Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.






Penggolongan penyakit Diabetes Militus

Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
  • Mudah terjadi ketoasidosis
  • Pengobatan harus dengan insulin
  • Onset akut
  • Biasanya kurus
  • Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
  • Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
  • Didapatkan antibodi sel islet
  • 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
  • Sukar terjadi ketoasidosis
  • Pengobatan tidak harus dengan insulin
  • Onset lambat
  • Gemuk atau tidak gemuk
  • Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
  • Tidak berhubungan dengan HLA
  • Tidak ada antibodi sel islet
  • 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
  • ± 100% kembar identik terkena
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
  • Katarak
  • Glaukoma
  • Retinopati
  • Gatal seluruh badan
  • Pruritus Vulvae
  • Infeksi bakteri kulit
  • Infeksi jamur di kulit
  • Dermatopati
  • Neuropati perifer
  • Neuropati viseral
  • Amiotropi
  • Ulkus Neurotropik
  • Penyakit ginjal
  • Penyakit pembuluh darah perifer
  • Penyakit koroner
  • Penyakit pembuluh darah otak
  • Hipertensi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal  tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

Jenis Pemeriksaan Glukosa yang digunakan:
  1. Glukosa darah puasa
Pada pemeriksaan ini pasien harus puasa 10-12 jam sebelum pemeriksaan. Sebaiknya petugas laboratorium menyanyakan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien atas anjuran dokter. Spesimen dapat berupa serum, plasma atau darah kapilar. Pemeriksaan glukosa darah puasa plasma dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring, memastikan dagnosis dan memantau pengendalian, sedangkan yang berasal dari darah kapilar hanya untuk pemeriksaan penyaring dan memantau pengendalian.
  1. Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap waktu pada apsien dalam keadaan tanpa puasa. Spesimen dapat berupa serum, plasma. Atau darah kapilar. Pemeriksaan glukosa darah sewaktuplasma dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring dan memastikan diagnosis DM. Sedangkan yang berasal dari kapilar hanya untuk pemeriksaan penyaring.
  1. Glukosa darah 2 jam PP
Standarisasi pemeriksaan ini sukar dilakukan karena makanan yang dokonsumsi baik jenis maupun jumlahnya tidak dapat dibakukan dan juga sukar mengawasi pasien dalam tenggang waktu 2 jam untuk tidak makan dan minum, selama mengunggu pasien perlu duduk, istirahat, tenang dan tidak merokok. Obat-obat hipoglikemi yang dianjurkan oleh dokter tetap dikonsumsi.
  1. Glukosa jam ke-2 TTGO
Tes toleransi glukosa oral tidak dilakukan pada pasien yang telah menunjukkan gejala klinis khas DM dengan konsentrasi glukosa dalam darah puasa atau glukosa darah sewaktu yang tinggi melampaui nilai batas karena sudah memenuhi kriteria diagnosis DM.

  1. Glukosa kurva harian
Pemeriksaan konsentrasi glukosa kurva harian dilakukan pada pemantauan pengendalian DM yang berkaitan dengan obat-obat hipoglikemi yang diberikan. Biasanya dilakukan pemeriksaan 3-4 kali dalam sehari. Kekerapan melakukan pemeriksaan ini tergantung berat dan sifat DM (stabil/tidak) serta jenis obat.
Metode pemeriksaan glukosa kurva harian:
·         Metoda kimia
Sebagian besar pengukuran dengan metoda kimia yang berdasarkan atas kemampuan reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi. Satu-satunya metoda kimia yang masih dapat dipakai hingga sekarang (menurut WHO) adalah metoda orthotoluidin, karena murah, cara kerja sederhana dan bahan mudah didapat.
Prinsip pemeriksaan:
Proses kondensasi glukosa dengan akromatik amin dan asam asetat glasial pada susana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau yang kemudian diukur secara fotometris. Beberapa kelemahan/kekurangannya adalah metoda kimia ini membutuhkan langkah pemeriksaan yang panjang dengan pemanasan, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan lebih besar bila dibandingkan dengan metoda enzimatik. Selain itu reagen pada metoda ortho-toluidin bersifat korosif terhadap alat-alat laboratorium dan juga toksik karsinogenik.
Pada penderita gagal ginjal dengan ureum tinggi akan terjadi pengukuran yang lebih tinggi. Demikian juga halnya pada pasien khususnya bayi baru lahir dimana terdapat bilirubin yang tinggi akan terjadi peningkatan serapan karena terbentuk biliverdin yang berwarna hijau, sehingga hasil pemeriksaan akan lebih tinggi.
·         Metoda enzimatik
Metoda enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil dengan spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini adalah ara yang dipakai dalam menentukan nilai batas. Ada 2 macam metoda enzimatik yang umum digunakan yaitu metoda glucose oxidase dan metoda hexokinase.
ü  Metoda glukose oxidase
Metoda glukose oxidase merupakan metoda yang paling banyak peserta Program Nasional Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa serum kontrol dengan menggunakan metoda ini.
Prinsip pemeriksaam: enzim glocose oxsidase mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi glukonolakton dan hidrogenperoksida.
Glukosa + O2   Glukose oxidase    o-glukono-lakton + H2O2
ü    Metoda hexokinase
Metoda hexokinase merupakan metoda untuk pemeriksaan glukoa darah yang dianjurkan (referensi method) oleh WHO dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium yang ikut PNPME-K menggunakanmetoda ini untuk pemeriksaan glukosa darah.
Prinsip pemeriksaan:
Hexokinase akan mengkatalis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa-6=fosfat dan ADP. Enzim kedua yaitu glukosa-6-fosfat dengan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP+).
Glukosa+ATP   Hexokinase     Glukosa-6-fosfat+ADP

Glukosa-6-fosfat + NAD(P) +   G-6-PD    6-fosfoglukonat + NAD(P)H + H+

2.  Glukosa urin
Urin yang digunakan sebagai spesimen dalam pemeriksaan glukosa urin bermacam-macam jenisnya. Jika kita melkukan pemeriksaan glukosa urin dengan menggunakan urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata tidak banyak berbeda dari urin 24 jam berikutnya. Akan tetapi bila kita mengaakan pemeriksaan dengan ampel urin seseorang pada sat-saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, sesudah atau sebelum makan.
Tujuan pemeriksaan glukosa urin tidak untuk memastikan diagnosis DM, karena pemeriksaan glukosa urin tidak selalu dapat menerminkan konsentrasi glukosa dalam darh. Pemeriksaan glukosa urin dapat dulakukan dirumah maupun di laboratorium. Karena sifatnya yang tidak menykitkan maka pemeriksaan glukosa urin lebih menyenangkan bagi pasien daripada pemeriksaan glukosa darah.
Dikenal batas ambang ginjal untuk glukosa yang merupakan batas konsentrasi glukosa dalam darah yang masih dapat ditahn oleh glomerulus. Apabila konsentrasi glukosa dalam darah >180 mg/dl (batas ambang ginjal untuk glukosa), glukosa akan keluar ke urin clan pada pemeriksaan glukosa urin hasilnya akan positif.



KASUS

Tn A datang dengan keluhan banyak kencing, banyak makan dan sering haus.
Pada kaki sebelah kanan terdapat luka dengan ukuran 5 x 5 x 2 cm akibat tertusuk paku paying. Pes ( + ), Jaringan nekrotik diseluruh lapangan luka pasien tidak teratur berobat kepetugas kesehatan tapi sering minum obat tradisional.


Etiologi

Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a. Faktor genetic
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus
dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.

b.Faktor non genetic

1.)      Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.

2.) Nutrisi
a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
         
3). Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.

4) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat

Patofisiologi

Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.


Tambahan Data Di Atas Untuk Memperkuat Diagnosa Medis

  1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b.
Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c.
Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e.
Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.


PEMERIKASAAN FISIK LENGKAP,TERMASUK:
• Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang
• Tanda neuropati     
• Mata ( visus, lensa mata dan retina )
• Gigi mulut
• Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku

PEMERIKSAAN DARAH PENUNJANG
Pemerikasaan laboratorium
• Hb, leukosit, hiting jenis leukosit, laju endap darah
• Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
• Urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin
• SGPT, albumin/globulin
• Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida,
• A,C                                   
• Albuminuri mikro

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN : EKG, foto toraks, funduskopi.



PEMERIKSAAN LABORATORIUM
  1. Laboratorium darah: Tanggal  18 juni 2010

Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal

a.   Glukosa
-     Glukosa puasa
-     Glukosa 2jam PP
 b.   Elektrolit
-     Natrium
-     Kalium
-     Klorida
e.   Darah
-     SGOT
-     SGPT
-     Protein total
-     Albumin
-     Globulin
-     Ureum darah
-     Kreatinin darah
-     Kolesterol total
-     Trigliserida
-     Bilirubin total
-     Bilirubin direk
-     Bilirubin indirek
-     Alkali fosfatase
-     Gamma GT
-     Asam urat

239
356


140
3,8
104

19 ul/L
10 ul/L
7,68
3,85
3,83
24,5
0,72
242
130
1,07
0,79
0,28
278
31
4,3

70-100 mg/dl
<140 mg/dl


 135-145 mmol/L
3,5-4,5 mmol/L
100-106 mmol/L

 ≤ 25 ul/L
≤ 29 ul/L
6-7,8 g/dl
4-5,2 g/dl
1,3-2,7 g/dl
10-50 mg/dl
0,5-1,2 mg/mnt
<200 mg/dl
< 200 mg/dl
0,3-1,0 mg/dl
0,4 mg/dl
0,6 mg/dl
60-170 UI/L
8-38 UI/L
2,4-5,7 mg/dl

Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Sedimen urin
-       lekosit
-       epitel
kimia urin
-       SG
-       PH
-       Lekosit
-       Nitrogen
-       Protein
-       Glucose
-       Keton
-       Warna
-       Kekeruhan

12-15
4-6

1.020
5,0
25/ul
-
25 mg/dl
1000 mg/dl
150 mg/dl
kuning
jernih

Negatif
Negatif

1.01– 1.030
4,6 – 8,0
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif




0 komentar:

Posting Komentar